prinsip PMI: Humanity(Kemanusiaan) Neutrality(Kesamaan) Neutrality(Kenetralan) Independence(Kemandirian) Voluntary(Kesukarelaa) Unity(Kesatuan) Universality(Kesemestaan)
Minggu, 17 Mei 2009
Alat Pengukur Tekanan Darah
kami kira hampir semua orang pasti pernah diperiksa tekanan darahnya. Mungkin ada yang bertanya dalam hati, “Bagaimana ya kok bisa tekanan darah diukur?”. Sebenarnya prinsip kerjanya sederhana. Bagi yang pernah belajar fluid Statics di mata kuliah Mekanika Fluida mungkin bisa memperkirakannya dengan baik. Berikut ini saya coba paparkan secara singkat bagaimana prinsip pengukuran tekanan darah tersebut. Gambar dan penjelasan ini saya ambil dari ebook Fundamentals of Fluid Mechanics yang dibuat oleh Bruce R. Munson, Professor of Engineering Mechanics at Iowa State University since 1974, Donald F. Young, Anson Marston Distinguished Professor Emeritus in Engineering, is a faculty member in the Department of Aerospace Engineering and Engineering Mechanics at Iowa State University, dan Theodore H. Okiishi, Associate Dean of Engineering and past Chair of Mechanical Engineering at Iowa State University. Mohon maaf para Mr di atas, saya belum ijin untuk menampilkannya di sini, boleh ya…
Prinsip kerja alat pengukur tekanan darah sama dengan U-Tube Manometer. Manometer adalah alat pengukur tekanan yang menggunakan tinggi kolom (tabung) yang berisi liquid statik untuk menentukan tekanan. Manset dipasang ‘mengikat’ mengelilingi lengan dan kemudian ditekan dengan tekanan di atas tekanan arteri lengan (brachial) dan kemudian secara perlahan tekanannya diturunkan. Pembacaan tinggi mercuri dalam kolom (tabung manometer) menunjukkan peak pressure (systolic) dan lowest pressure (diastolic).
Prinsip U-Tube Manometer
Tekanan pada titik A sama besarnya dengan pada titik 1. Tekanan di titik 2 adalah tekanan di titik 1 ditambah dengan h1. Tekanan di titik 2 sama dengan tekanan di titik 3, yaitu h2.
Berdasarkan persamaan besar tekanan di titik 2 dan titik 3, dapat dituliskan sebuah persamaan :
Fluida pada A dapat berupa liquid atau gas. Bila fluida pada A berupa gas, pada umumnya tekanan h1 dapat diabaikan, karena berat dari gas sangat kecil sehingga P2 hampir sama dengan PA. Oleh karena itu berlaku persamaan :
Dalam kasus alat pengukur tekanan darah, h2 adalah tinggi cairan merkuri pembacaan pada kaca tabung dan adalah berat spesifik dari merkuri.
Berikut ini adalah tambahan penjelasan teknis (yang saya cuplik dari wikipedia) atas komentar Goio dan Wiku :
Stetoskop biasanya diletakkan diantara lengan (arteri pembuluh darah) dekat siku dan ‘bebatan kain bertekanan’ yang mengikat lengan. Tujuan bebatan kain dipompa (diberi tekanan) agar aliran darah yang melewati pembuluh darah arteri di lengan jadi terhenti. Pada saat tekanan dalam bebatan kain dilepaskan perlahan-lahan, dan kemudian darah mulai dapat mengalir lagi melalui pembuluh darah arteri, maka dari stetoskop akan terdengar suara wussshhhh…(suara sedkit menghentak). Hal itu merupakan pertanda untuk ‘mencatat’ penampakan ukuran pada manometer, yang merupakan tekanan darah systolic. Dan seterusnya sampai suara (wushhh…) tidak terdengar kembali yang mana itu merupakan ukuran tekanan darah dyastolic (dilihat dari displai manometer).
Ukuran tekanan darah normal untuk manusia dewasa (dengan kondisi saat pengukuran normal, tidak setelah berolahraga):
* Systolic : kurang dari 120 mmHg (2,32 psi atau 15 kPa)
* Diastolic : kurang dari 80 mmHg (1,55 atau 10 kPa)
Melahirkan Normal Melalui Induksi
Setiap wanita hamil tentu sangat menantikan saat kelahiran buah hatinya. Tetapi, apa jadinya bila setelah lewat 9 bulan masa kehamilan, tanda akan segera melahirkan belum juga terlihat? Tentu saja, kehamilan harus dihentikan. Salah satu cara yang dapat ditempuh, adalah melalui proses induksi.
Dengan kata lain, induksi dilakukan untuk mengakhiri kehamilan, dan memulai persalinan. Induksi pun dilakukan sebagai upaya mempermudah mengeluarkan bayi dari rahim secara normal. ’’Biasanya, ketika hamil dan akan memasuki proses persalinan, ibu hamil akan mengalami kontraksi secara spontan. Namun, jika kontraksi tidak juga timbul, maka akan dilakukan induksi,’’kata dr Ekarini Aryasatiani, SpOG, spesisialis obstetri dan ginekolog, RS St Carolus, Jakarta.
Induksi sendiri, lanjutnya, dapat diartikan sebagai upaya untuk memunculkan His. ’’His merupakan jenis kontraksi yang sifatnya teratur. Frekuensinya pun makin lama makin sering, dan rasanya makin kuat,’’ucapnya. Berbeda dengan His, kontraksi bersifat hilang-timbul tidak beraturan.
Kehamilan lewat bulan
Menurut Josie L Tenore, MD, SM, seorang asisten profesor dari sekolah kedokteran Northwestern University, Chicago, Amerika Serikat, alasan paling umum dilakukannya induksi adalah usia kehamilan yang telah lewat 2 minggu atau lebih dari tanggal/waktu kelahiran seharusnya, istilah populernya adalah overdue. ’’Selain itu, induksi pun dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu memiliki tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes,’’katanya.
Sebenarnya, untuk mengakhiri kehamilan pada kondisi tersebut di atas, ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu operasi caesar dan induksi. Induksi dilakukan apabila pasien menginginginkan untuk dapat melahirkan secara normal. Tentu saja, hal itu dapat dikabulkan bila telah dilakukan sejumlah pertimbangan medis oleh dokter yang menanganinya.
Menurut dr Ekarini, induksi dapat dilakukan dengan sejumlah syarat :
1. Ukuran bayi tidak terlalu besar, sehingga masih dimungkinkan untuk dilahirkan secara normal.
2. Tidak boleh ada ari-ari di bawah (plasenta privia)
3. Letak bayinya bagus
Kimia dan Mekanik
Proses induksi dapat dimulai melalui 2 cara, masing-masing secara kimia dan mekanik. Melalui cara kimia, si ibu akan diberikan obat-obatan khusus. Ada yang diberikan dengan cara diminum, dimasukan ke dalam vagina, diinfuskan, atau pun disemprotkan pada hidung.
Biasanya, tak lama setelah salah satu cara kimia itu dilakukan, akan mulai timbul His. Sementara, induksi mekanik dapat dilakukan dengan sejumlah cara, seperti menggunakan metode stripping, vibrator, kateter, dan memecahkan ketuban. Pada dasarnya, semua metode tersebut ditujukan untuk mengeluarkan zat prostaglande (prostaglandin) yang fungsinya sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi.
Normal atau caesar?
Induksi dilakukan bagi ibu hamil yang belum juga mendapatkan His, pada waktu seharusnya Ia menghadapi proses persalinan. Bagi sebagian wanita hamil, operasi caesar mungkin merupakan jawabannya. Tetapi tidak sedikit diantara ibu hamil yang ingin tetap dapat melahirkan secara normal, maka induksi merupakan jalannya. Tetapi, bukan berarti cara ini tidak memiliki resiko. Diantara resiko yang mungkin terjadi, antara lain :
• Kontraksi rahim bisa berlebihan, oleh karenanya induksi benar-benar harus berada dalam pengawasan sempurna dari dokter kandungan. Bila ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, proses induksi akan dihentikan. Kemudian, akan dilakukan operasi caesar.
• Janin dapat merasa tidak nyaman. Bila ketidaknyamanan itu dirasakannya sangat mengganggu, dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi). Tetapi, sebelum dan saat induksi berlangsung, dokter akan memantau melalui cardiotopografi. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi akan dihentikan.
• Merobek bekas jahitan operasi caesar. Bagi ibu yang sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal. Bila His tidak muncul, kemudian memilih diinduksi, resiko yang kemungkinan kecil terjadi adalah, robeknya bekas jahitan operasi caesar terdahulu.
• Emboli. Ini merupakan kemungkinan yang teramat kecil terjadi. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.
________________________________________
Kenapa Harus Induksi ?
Menurut dr Ekarini Aryasatiani, SpOG, spesisialis obstetri dan ginekolog, RS St Carolus, Jakarta, induksi dilakukan dengan sejumlah alasan, diantaranya:
• Usia kehamilan di atas 40 minggu (overdue)
• Kondisi kesehatan ibu
• Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin.
Induksi dilakukan apabila sang ibu tetap ingin mengusahakan proses kelahiran normal. Meski demikian, induksi tetap memiliki sejumlah resiko. Tetapi, ada sejumlah cara yang dapat ditempuh demi meminimalkan resiko tersebut, antara lain:
• Penanganan harus cepat. Untuk itu, ibu hamil harus senantiasa berkonsultasi dengan dokter kandungan.
• Normalnya, kontraksi sesekali sudah mulai muncul sejak kandungan berusia 34 minggu, meskipun datangnya jarang-jarang. Jika setelah mencapai 36 minggu, belum timbul kontraksi sama sekali, disarankan melakukan hubungan suami istri. Pasalnya, air mani mengandung zat prostaglande. Meski demikian, tetap harus dilakukan dengan ektra hati-hati.
Perkembangan fisika dan radioterapi
Radioterapi adalah sebuah teknik terapi bagi para penderita kanker yang cukup populer. Radioterapi telah mengalami teknik radiasi yang berkembang dari sejak pertama kali diperkenalkan sampai saat ini. Indonesia mengenal adanya radioterapi sudah cukup lama dengan didirikannya fasilitas radioterapi di RSCM. Sampai saat ini, tersedia beberapa pusat radioterapi yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia dengan sebagaian besar terpusat di pulau jawa. Dengan perhitungan matematis apakah sudah cukup fasilitas yang ada dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa?
Kembali ke pokok bahasan, radioterapi adalah secara harfiah adalah melakukan sebuah terapi kanker atau tumor dengan sebuah radiasi. Radiasi yang dimanfaatkan pada terapi ini adalah radiasi pengion, yang mempunyai sifat daya rusak terhadap sel makhluk hidup. Dengan daya rusak sel inilah, radiasi pengion dimanfaatkan untuk membunuh sel kanker. Tentunya ada sebuah pertanyaan bagaimana dengan sel jaringan normal ? Ya tentu saja sel di jaringan normal mati juga, namun dari sebuah konsep radiobiologi, respon sel kanker dan normal mempunyai respon yang berbeda terhadap radiasi pengion ini yang dikenal dengan therapeutic ratio. Dengan hasil penelitian inilah, logika pemanfaatan radioterapi menjadi berkembang menjadi teknologi cangging dengan aksesoris yang rumit.
Dalam perkembangannya, teknik radioterapi mengalami teknik radiasi ” pisang goreng” dalam artinya sumber radiasinya tetap dan pasienya yang disesuaikan. Dengan penalaran yang logis akhirnya didesainlah sebuah perangkat pesawat teleterapi dengan teknik pasien tetap dan sumber radiasi yang disesuaikan terhadap pasien. Dengan perkembangan teknologi yang semakin mapan berkembang teknik radioterapi juga berkembang dari konvesional, 3D conformal, IMRT, IGRT, dan teknik dengan desain sumber radiasi yang cukup spektakuler seperti tomoterapi.
Apa sebenarnya yang dibisa dilihat dari perkembangan teknik radioterapi ini? Teknik konvensional ke 3D CRT adalah mengubah pandangan dari teknik radiasi konvensional anterior posterior atau box system yang setidaknya perhitunganya dapat dihitung dengan tangan mejadi keharusan menggunakan fasilitas komputer untuk menghitung dosis radiasi sebelum dilakukan penyinaran pasien. Teknik 3D CRT memdesain sedemikian hingga dosis membentuk distrubusi dosis mengikuti kontur tumor target . Tentu saja perhitungan manual sangat sulit memprediksi ini.
Sekarang sudah menjadi program IAEA yaitu transisi 3D CRT ke Intensity Modulation Radiation Therapy (IMRT), walaupun teknik IMRT sudah diperkenalkan penggunaanya pada tahun 90-an. Apa yang dikembangkan dari teknik ini? IMRT adalah membuat sebuah konsep yang tadinya kita membuat perencanaan berkas radiasi dari beberapa lapangan dan dapat dihitung distribusi dosisnya dibalik menjadi kita menentukan telebih dahulu dosis target dan organ at risk (OAR)-nya kemudian dihitung balik berapakah intensitas radiasi yang harus diberikan pada masing-masing segmen target radiasi yang dikenal dengan invers planning.
Akuratkah perhitungan yang dilakukan dengan komputer? Kita mempercayai bahwa komputer dengan algoritmanya mengeksekusi perintah yang diberikan adalah benar. Namun seperti halnya dalam sebuah pengadilan, vonis benar atau salah haruslah adalah sebuah saksi atau bukti. Oleh karena itu, bergunalah para fisikawan dan ilmuwan mendesain ionization chamber yang dapat menunjukkan berapakah dosis radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Hasil pengukuran dengan instrumen IC dan alat pencacahnya menjadi sebuah saksi dan bukti kebenaran sebuah ekseskusi program komputer.
Dilihat dari semua di atas, peranan para fisikawan dan ilmuwan lain yang mendedikasikan dirinya untuk membangun radioterapi yang aman sangat besar. Aman dalam artian adalah membuat sebuah tatalaksana terapi dengan radiasi dengan tingkat akurasi yang tinggi dan sebisa mungkin menghidari dosis berlebih di jaringan normal dan jaringan/organ beresiko. Para ilmuwan telah berusaha membuat sebuah perangkat, teknik, dan perhitungan dosis yang akurat untuk mencapai tujuan aman.
Harapan kita bahwa teknologi radioterapi ini bisa membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia di jaman yang serba instan ini.
Pengaruh induksi
Induksi itu adalah pemberian hormon
oksitoksin yang fungsinya merangsang uterus atau rahim agar
berkontraksi agar bayi lahir, biasanya diberikan dalam bentuk infus.
Apabila induksi dihentikan maka pengaruh induksi tersebut akan
hilang, jadi rasanya tdk mungkin induksi itu menimbulkan kelemahan
pada tubuh ibu. Pada kondisi normal pada tubuh ibu yang akan
melahirkan itu mengeluarkan oksitosin sendiri. Jadi sekalipun tdk di
induksi oksitosin itu ada dalam tubuh ibu.
induksi itu harus diberikan pada keadaan bayi harus segera
dilahirkan karena suatu seperti di bawah ini :
1. Lebih bulan
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Tekanan Darah Tinggi
4. Bayi mati dalam kandungan
5. Partus macet
Tekanan Darah Pada Ibu Hamil
Umumnya, ibu hamil akan mengalami penurunan tekanan darah (hipotensi), terutama di usia kehamilan 20 minggu hingga maksimal di usia 32 minggu. Jika penurunan ini terjadi secara gradual atau perlahan dan tak menimbulkan keluhan, maka terbilang normal, karena sesudah itu tekanan darah akan kembali normal atau sedikit lebih rendah dari normal. Kisaran tekanan darah normal yang umum adalah terendah 80/60 dan paling tinggi 120/80.
Hipotensi terjadi bila tekanan darah ibu berada di bawah dari biasanya. Misalnya tekanan darah ibu normalnya adalah 100/70 kemudian turun menjadi 80/60, ini dapat dikatakan tidak normal. Penurunan ini dapat menimbulkan keluhan seperti pusing dan mata berkunang-kunang.
Pada ibu hamil, tekanan darah yang menurun ini bersifat fisiologis atau terjadi karena adanya kehamilan. Secara ilmiah penyebabnya bisa diterangkan sebagai berikut; saat hamil, tubuh ibu memproduksi hormon progesteron. Hormon ini memengaruhi otot-otot menjadi lebih relaks. Kemudian memengaruhi pembuluh-pembuluh darah ibu yang cenderung melebar. Pelebaran pembuluh darah inilah yang membuat tekanan darah menurun.
MANFAAT BAGI IBU DAN JANIN
Nah, karena terbilang normal, tentunya penurunan tekanan darah ini tak berbahaya sehingga ibu hamil tak perlu khawatir. Malah, penurunan tekanan darah ini bermanfaat besar buat ibu maupun janinnya. Sebab, pembuluh darah yang melebar akan memperbanyak volume darah di dalam tubuh. Dengan kata lain, kapasitas pembuluh darah akan lebih besar sehingga dapat lebih banyak menampung masukan cairan ekstra. Ini akan memicu terjadinya haemodilusi darah atau darah lebih cair karena pada kondisi ini darah ibu hamil akan terlihat lebih cair.
Rupanya, dengan tekanan darah rendah ini, tubuh mempersiapkan diri untuk persalinan. Dengan jumlah cairan darah yang relatif banyak, perdarahan hingga 500 cc (kira-kira 2 gelas) tidak akan membuat ibu hamil pingsan. Ajaibnya, persiapan ini dilakukan secara perlahan selama 9 bulan.
Selain itu, pelebaran pembuluh darah ini akan membantu kelancaran asupan makanan pada janin. Asupan makanan akan semakin banyak sehingga pertumbuhan janin pun akan semakin baik. Selain itu, asupan makanan yang disalurkan ke berbagai organ tubuh, seperti payudara, akan lebih lancar sehingga biasanya payudara ibu hamil akan terlihat lebih besar.
Pelebaran pembuluh darah pun terjadi di daerah vagina. Akibatnya, vagina jadi lebih lembap dan lentur sehingga persalinan akan terjadi lebih mudah. Jadi jangan heran bila saat persalinan, kepala bayi bisa melewati lubang vagina yang sempit karena saat itu otot-ototnya akan jauh lebih lentur.
KURANG OLAHRAGA & SAKIT
Sebenarnya, tekanan darah rendah atau hipotensi bukanlah sebuah penyakit, ini termasuk normal. Jadi tidak ada obat yang harus diberikan kepada ibu hamil karena akan sembuh dengan sendirinya. Dampak terhadap janin pun boleh dikatakan tidak ada sehingga ibu tidak perlu khawatir menghadapinya. Namun, pada beberapa kasus, tekanan darah fisiologis terkadang cukup mendatangkan keluhan, seperti lemas, sempoyongan, pusing, pandangan kurang jelas, dan lainnya. Hal ini bisa terjadi pada ibu yang kurang menjaga kebugaran tubuhnya atau kurang berolahraga. Kurang olahraga dapat membuat pembuluh darah terlalu lentur sehingga tekanan darah menjadi sangat rendah. Efeknya, ketika ia berdiri terlalu lama maka pembuluh darah di kaki melebar membuat darah jadi rendah. Walhasil, ibu akan pusing, sempoyongan, bahkan terjatuh.
Selain itu, kondisi tubuh yang kurang fit atau sakit bisa membuat tekanan darah menjadi rendah. Namun biasanya tekanan rendah ini hanya simptom saja, jika kondisi ibu membaik maka tekanan darah pun akan normal kembali. Untuk mengatasinya tak perlu dengan obat, melainkan dengan beristirahat cukup, tidak melakukan aktivitas yang membuat simptom tekanan darah rendah muncul seperti berdiri terlalu lama, konsumsi makanan bergizicukup protein, kalori, vitamindan olahraga secara teratur untuk menjaga kebugaran tubuh. Jika ingin bepergian sebaiknya ditemani agar jika terjadi apa-apa di jalan ada yang menolong.
Waspadai Yang Patologis
Bila tekanan darah ibu tiba-tiba turun secara drastis, bisa menunjukkan adanya kemungkinan ibu mengalami syok. Hal ini tak boleh dianggap ringan karena sudah bersifat patologis dimana tekanan darah turun secara akut, cepat sekali, dan sering kali disertai peningkatan detak nadi.
Adapun penyebab turunnya tekanan darah secara drastis, antara lain:
+ Perdarahan
Bisa karena kehamilan itu sendiri, seperti keluar vlek, keguguran, plasenta previa, dan lainnya. Bisa juga karena perlukaan di bagian tubuh lain yang tak ada hubungannya dengan kehamilan, seperti benturan keras hingga berdarah, tertusuk benda tajam, dan lainnya.
+ Banyak Cairan yang Keluar
Bisa disebabkan oleh diare berat yang tak segera diatasi sehingga ibu mengalami dehidrasi, muntah berat. Juga bisa karena demam berdarah.
+ Serangan Jantung
Saat serangan jantung, nadi tak berdenyut sehingga sulit untuk mengobservasi tekanannya. Namun kasus ini biasanya dianggap di luar dari masalah kehamilan karena tidak spesifik.
+ Stres
Dalam kondisi tertekan secara psikis bisa membuat ibu stres dan memengaruhi tekanan darahnya. Bila stresnya terlalu berat bisa membuat ibu mengalami syok bahkan pingsan.
Masalah turunnya tekanan darah akibat patologis harus ditangani oleh ahlinya. Ibu bisa ke dokter kandungan bila masalahnya karena perdarahan kehamilan, ke dokter penyakit dalam bagian pencernaan bila karena diare, atau ke psikolog/psikiater bila karena masalah psikis/kejiwaan.
Hipertensi Yang Berbahaya
Selain tekanan darah rendah, ibu hamil dapat mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) . Disebut hipertensi bila tekanan darah ibu melebihi 120/80, bahkan bisa mencapai 140/90. Tekanan darah tinggi pun biasanya terjadi bila tekanan darah ibu melonjak dari ukuran yang normal. Misalnya bila tekanan normal darah yang biasanya 110/75 melonjak menjadi 130/90.
Hipertensi berbahaya karena pembuluh darah menyempit sehingga asupan makanan ke bayi menjadi sedikit. Tak jarang, hipertensi pada kehamilan bisa membuat janin meninggal, plasenta terputus, pertumbuhan terganggu. Gejala hipertensi adalah pusing dan sakit kepala, kadang disertai bengkak di daerah tungkai, dan tes laboratorium menunjukkan protein yang tinggi dalam urine.
Penderita hipertensi bisa sudah mengidap sebelum kehamilan atau hipertensi akibat kehamilan itu sendiri. Kondisi ini disebut dengan preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan harus segera ditangani agar tak meningkat menjadi eklamsia.
Hipertensi yang parah atau ekslamsia ditandai dengan tekanan darah tinggi yang terus meningkat dan kadar protein yang lebih tinggi lagi dalam urine, sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah urine. Gejala yang muncul pada ibu adalah penglihatan menjadi kabur, perut terasa sakit atau panas, sakit kepala, denyut nadi yang cepat, serta bengkak terjadi di kaki, wajah, dan tangan.
Risiko eklamsia sangat besar, ibu bisa mengalami kejang-kejang hingga tak terselamatkan, gagal ginjal, dan kerusakan hati. Pada janin, aliran darah ke janin berkurang sehingga mengalami gangguan pertumbuhan. Jika jiwa ibu terancam, biasanya keselamatan ibu lebih diprioritaskan. Sedangkan bayi akan dikeluarkan dengan proses induksi untuk menghasilkan persalinan normal.
Hipertensi harus dikontrol. Jika terkontrol, penyakit ini tak jadi masalah. Berikut cara mengontrolnya:
* Konsultasi secara rutin ke dokter. Ceritakan masalah/riwayat tekanan darah tinggi yang ibu alami, sehingga dokter dapat melakukan pengawasan ketat. Setiap kontrol biasanya dokter akan memeriksa tekanan darah.
* Konsumsi obat-obatan hipertensi secara teratur. Biasanya dokter sudah mempertimbangkan keamanan obat untuk janin sehingga tak perlu takut mengonsumsinya.
* Lakukan diet secara baik sehingga penambahan bobot selama kehamilan akan terkontrol dengan baik. Penambahan BB ibu hamil sebaiknya tidak lebih dari 2 kg per bulan.
* Hindari makanan yang dapat meningkatkan hipertensi seperti makanan yang asin-asin.
Cegah Jangan Sampai Anemia
Yang penting diingat, dalam kondisi ini, ibu hamil perlu menjaga agar jangan sampai terjadi anemia. Sebab, haemodilusi sering kali membuat hemoglobin atau kadar darahnya menjadi lebih rendah, kurang dari 10g/dl, dibandingkan cairan ekstranya. Padahal standar WHO minimalnya adalah 12g/dl. Akibatnya, gejala yang muncul, ibu hamil mudah letih, lesu, lemah, lelah, lunglai, dan mata berkunang-kunang. Bahkan pada banyak kasus anemia bisa sangat membahayakan karena dapat terjadi perdarahan sehingga mengancam kehamilan.
Memang, banyak ibu yang masih mampu beraktivitas normal meski kadar Hb-nya mencapai 10 g/dl. Mereka bisa beraktivitas seperti biasa tanpa mengeluh sehingga kehamilan tetap berjalan baik dan bayi yang dilahirkan pun sehat. Tetapi ibu jangan terlena, sebab bila Hb di bawah 7g/dl, kehamilan dan persalinan penuh risiko, seperti perdarahan yang berat.
4 Jenis Anemia
o Anemia Defisiensi Besi
Wanita hamil paling sering menderita anemia defisiensi besi. Zat besi adalah salah satu komponen pembentuk sel darah merah (hemoglobin) . Biasanya diidap oleh ibu yang tidak mengonsumsi gizi seimbang tertutama makanan yang mengandung zat gizi tinggi seperti susu, kacang-kacangan, dan kol. Kekurangan zat besi inilah yang membuat ibu mudah sekali lelah, lemah, lunglai, bahkan ada yang mengalami sesak napas.
Gangguan metabolisme juga bisa membuat defisiensi zat besi terutama terjadi pada usus yang mengalami gangguan penyerapan. Zat besi yang seharusnya diserap tubuh dengan baik malah terbuang begitu saja. Kemudian juga ibu hamil yang daya tahan tubuhnya menurun. Seharusnya ibu hamil menjaga daya tahan tubuhnya tetap baik. Bila tidak, maka bisa saja ibu akan mengalami gangguan, salah satunya adalah gangguan pencernaan. Bila pencernaan terganggu maka asupan zat besi pun bisa terganggu yang akhirnya dapat memicu terjadi anemia.
Bila ibu mengidap cacingan, khususnya cacing tambang yang tinggal di usus, dapat juga memicu terjadi anemia. Cacing dengan panjang 1-2 cm ini memiliki gigi yang runcing. Ia sering melukai lambung semata-mata agar bisa bernapas. Luka tersebut tak bisa segera menutup karena si cacing mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga banyak darah yang keluar dan kita kehilangan hemoglobin. Cacingan bisa diatasi dengan minum obat anticacing secara berkala, 3 bulan sekali, misalnya. Hal yang sama juga terjadi bila ibu mengalami wasir atau varises di lubang dubur. Banyak darah yang keluar sehingga ibu akan kehilangan sel darah merah cukup banyak.
Khusus pada ibu yang mengalami kekurangan zat besi biasanya dokter akan memnta ibu hamil untuk memperbaiki pola makannya, dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi seperti sayuran, telur, kacang-kacangan, hati, ikan, dan sejenisnya. Tetapi bila untuk mempercepat peningkatan kadar zat besi dalam tubuh biasanya diberikan pula suplemen penambah zat besi dengan dosis 10 mg/kg berat badan/hari selama 10-12 minggu. Memang, asupan suplemen zat besi ini terkadang dapat memperberat keluhan mual-muntah lantaran aroma dan rasa preparat zat besi yang tidak enak.
Dianjurkan pula mengonsumsi vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat meningkatkan mekanisme penyerapan zat besi. Bila ternyata kadar hemoglobin kurang dari 5 g/dl atau kurang dari 6 g/dl namun disertai gejala gagal jantung, biasanya dokter akan melakukan transfusi darah untuk mengatasinya.
o Anemia Megaloblastik
Hampir sama dengan anemia defisiensi zat besi yakni terjadi akibat kekurangan makanan asam folik yang kaya akan zat besi. Mengatasinya dengan mengonsumsi makanan yang mengandung cukup banyak zat besi.
o Anemia Hipoplastik
Terjadi karena ada kelainan di sumsum tulang yang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Kenapa terjadi demikian hingga kini belum diketahui persis penyebabnya. Mungkin karena ibu pernah mengalami infeksi berat, karena paparan sinar rontgen yang mengenai sumsum tulangnya, keracunan dan pengaruh obat-obatan seperti spleptomisin, atau yang lainnya. Untuk mengatasinya harus dilakukan transfusi darah.
o Anemia Hemolitik
Terjadi karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan pembuatannya. Penyebabnya, kelainan darah yang sudah terjadi sejak lama seperti thalassemia atau bisa karena penyakit infeksi, malaria, juga keracunan obat-obatan. Selain mengonsumsi makanan yang kaya zat besi, juga dilakukan transfusi darah. Penderita anemia hemolitik biasanya sangat sulit untuk hamil.
JANGAN DISEPELEKAN
Anemia tak boleh disepelekan. Selain munculnya masalah di atas, juga dikhawatirkan terjadi kekurangan zat besi yang cukup parah di banyak organ tubuh. Contoh, untuk berlangsungnya sistem metabolisme maka tubuh akan “mencuri” kandungan zat besi dari organ tubuh lain seperti sumsum tulang, limpa, bahkan jantung. Bila zat besi “dicuri” dari sumsum tulang belakang maka penderita umumnya akan mengalami keluhan pegal. Pengeroposan tulang belakang sebelum waktunya pun sangat mungkin terjadi. Sementara jika limpa yang jadi sasaran, akan terjadi pembengkakan limpa yang membuat tubuh kelelahan. Sedangkan bila diambil dari jantung akan mengakibatkan payah jantung atau malah gagal jantung.
Anemia akibat kekurangan zat besi ini pun bisa menurunkan daya tahan tubuh. Sebab zat besi berperan penting untuk membentengi tubuh dari berbagai bibit penyakit. Apalagi zat besi yang rendah biasanya diikuti oleh minimnya sel darah putih yang menjadi penangkal serangan bibit penyakit. Bukan tak mungkin ibu hamil akan mudah terserang oleh penyakit. Jika demikian, tak hanya ibu yang semakin terganggu. Pertumbuhan janin pun dikhawatirkan akan ikut terganggu. Umpama, bayi lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur, muncul kelainan genetik seperti gangguan pertumbuhan pada tulang. Nah, saat melahirkan, karena kadar hemoglobinnya rendah, membuat komponen pembeku darah tak dapat berfungsi maksimal, dikhawatirkan terjadi perdarahan berat yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu.
Ibu hamil perlu melakukan kontrol teratur ke dokter kandungan. Khusus pemeriksaan kadar hemoglobin paling lambat dilakukan pada usia 3 bulan kehamilan yang diulang kembali pada usia 26 atau 28 minggu. Bila ternyata kadar hemoglobinnya di bawah 12 g/dl, ibu perlu memperbaiki asupan makanannya terutama yang mengandung banyak zat besi seperti daging merah, hati, ginjal, telur, roti, sereal, kacang-kacangan, buah-buahan, dan sayuran berwarna hijau. Bila anemianya bukan hanya karena kekurangan zat besi maka perlu terapi lain, minum suplemen zat besi atau transfusi darah misalnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar